Kenali Jenis Pendidikan dan Pola Asuh yang Berhak Anak Dapatkan dari Kedua Orangtuanya
Belakangan ini, jagat maya dikejutkan oleh sebuah kasus penganiayaan yang melibatkan anak seorang pejabat pajak. Kejadian ini tak hanya membuat sang anak terjerat masalah hukum, tetapi juga menyeret orangtuanya ke pusaran sorotan publik. Jabatan sang ayah pun akhirnya dipertanyakan dan bahkan dicopot karena kasus tersebut. Dari satu persoalan, publik pun mulai membuka “kotak Pandora” lain—mulai dari gaya hidup mewah, kebiasaan “flexing”, hingga dugaan korupsi. Hal-hal ini tidak hanya menimbulkan keprihatinan, tetapi juga mengundang pertanyaan besar: Mengapa perilaku anak bisa sedemikian jauh dari nilai yang seharusnya? Bagaimana seharusnya orangtua mendidik dan membesarkan anak agar tidak terjerumus ke arah negatif?
Banyak netizen royaltykidsshuttle yang ikut berkomentar, baik di kolom-kolom media sosial maupun membuat meme yang menyentil kondisi para pejabat di masa kini. Meme tersebut menggambarkan seorang pejabat menasihati keluarganya agar tidak memamerkan gaya hidup mewah di media sosial, sebab takut terendus penyelewengan harta. Kejadian-kejadian semacam ini seakan menjadi “alarm” betapa pentingnya pola asuh dan pendidikan yang benar di dalam keluarga. Anak, bagaimanapun status sosial orangtuanya, berhak mendapatkan tuntunan agar memiliki karakter, moral, dan perilaku yang baik.
Lantas, apa saja jenis pendidikan dan pola asuh yang penting untuk diterapkan di rumah? Berikut beberapa poin yang bisa dipertimbangkan:
1. Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter seharusnya menjadi fondasi utama sejak dini. Anak perlu diperkenalkan pada nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, rasa hormat, dan empati. Dengan menanamkan etika ini secara konsisten, perilaku negatif seperti kekerasan dan sikap pamer berlebihan dapat diminimalisir. Orangtua juga perlu mencontohkan perilaku yang diharapkan dari anak. Anak adalah peniru ulung; apa yang mereka lihat pada orangtua sangat berpengaruh pada pembentukan karakter mereka.
Kenali Jenis Pendidikan dan Pola Asuh yang Berhak Anak Dapatkan dari Kedua Orangtuanya
Tips menerapkan pendidikan karakter:
Mulai dari kebiasaan sederhana seperti mengucapkan “tolong” dan “terima kasih”.
Libatkan anak dalam kegiatan sosial atau kerja bakti, agar mereka belajar nilai tolong-menolong dan tanggung jawab sosial.
Konsisten menegakkan aturan dan konsekuensi, agar anak belajar disiplin.
2. Pola Asuh Demokratis, Bukan Otoriter atau Permisif
Terdapat beberapa jenis pola asuh yang umum dikenal: otoriter, demokratis, permisif, dan abai. Pola asuh demokratis biasanya dianggap sebagai pendekatan terbaik karena orangtua memberi kebebasan pada anak untuk berpendapat dan bereksplorasi, tetapi tetap dalam koridor tanggung jawab dan aturan yang jelas. Berikut perbedaannya:
Otoriter: Orangtua menetapkan aturan yang sangat ketat dan menghukum tanpa kompromi. Hasilnya, anak bisa tumbuh jadi pribadi yang patuh tapi kurang mandiri, atau justru memberontak.
Demokratis: Ada aturan dan batasan yang jelas, namun anak tetap diberi ruang untuk menyampaikan pendapat. Orangtua mendengarkan dan memberikan alasan di balik setiap keputusan.
Permisif: Orangtua cenderung membebaskan anak tanpa batasan. Akibatnya, anak berpotensi tumbuh tanpa kontrol diri dan sulit menghormati aturan.
Abai: Orangtua minim komunikasi dan perhatian terhadap anak, cenderung membiarkan anak berkembang sendiri tanpa bimbingan.
Pada dasarnya, pola asuh demokratis mendorong anak untuk memahami tanggung jawab dan konsekuensi dari setiap tindakan, sekaligus membangun rasa percaya diri karena pendapat mereka didengar. Dalam konteks pejabat yang memiliki kesibukan tinggi, pola asuh ini dapat tercapai jika orangtua benar-benar meluangkan waktu berkualitas bersama anak, bukan hanya mencukupi kebutuhan material.
3. Peran Orangtua dalam Mengawasi “Flexing” di Media Sosial
Fenomena “flexing” atau pamer kekayaan secara berlebihan sedang marak terjadi, terutama di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Remaja seringkali terpapar “panutan” yang memamerkan gaya hidup mewah. Apabila anak tidak dibekali pengertian dan penilaian moral yang kuat, mereka bisa meniru perilaku ini tanpa memikirkan dampaknya bagi diri sendiri dan orang lain.
Orangtua perlu membimbing anak memahami bahwa media sosial cenderung menampilkan “kulit luar” seseorang. Foto atau video yang terlihat glamor seringkali menutupi realitas hidup. Selain itu, tanamkan nilai kesederhanaan dan ajarkan anak untuk tidak memvalidasi harga diri hanya lewat pengakuan orang lain di media sosial. Ketika anak melihat orang-orang memamerkan barang-barang mahal, tekankan bahwa harga diri dan kebahagiaan tidak bergantung pada label atau merek tertentu.
Keteladanan Orangtua dalam Aspek Etika dan Moral
Orangtua, sebagai role model utama victoria bagi anak, harus menjalankan nilai-nilai yang mereka ajarkan secara konsisten. Kita sering menemukan situasi di mana orangtua menuntut anak jujur dan disiplin, tetapi mereka sendiri justru melakukan hal sebaliknya, misalnya melakukan penyelewengan jabatan, korupsi, atau berbohong dalam hal-hal tertentu. Hal ini membuat anak kebingungan dan menganggap kebohongan sebagai sesuatu yang wajar. Maka dari itu, penerapan nilai-nilai kebaikan harus dimulai dari orangtua terlebih dahulu.
Dalam kasus pejabat yang tersandung masalah karena tingkah anak, mungkin saja hal itu mencerminkan kurangnya pengawasan dan penanaman nilai. Memang, tidak semua kesalahan anak mutlak disebabkan orangtua, namun tanggung jawab moral orangtua tetap ada. Jika orangtua menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas, anak akan memiliki landasan kuat dalam menyikapi berbagai godaan, termasuk godaan gaya hidup berlebihan dan tindakan negatif lainnya.
5. Pentingnya Komunikasi Terbuka
Salah satu kunci keberhasilan dalam mendidik anak adalah komunikasi yang efektif. Tidak hanya soal berceramah panjang lebar, tetapi juga kemampuan orangtua untuk mendengarkan dan memahami persoalan anak. Ketika komunikasi terjalin baik, anak merasa lebih nyaman mengutarakan kegelisahan dan perasaannya, termasuk kemungkinan terjadinya bullying, tekanan dari teman sebaya, atau obsesi berlebih meniru gaya hidup selebriti.
Strategi membangun komunikasi yang baik:
Jadwalkan waktu khusus setiap hari untuk berbicara dengan anak.
Jangan langsung menghakimi atau mengkritik; berikan ruang bagi anak untuk menjelaskan sudut pandangnya.
Gunakan kata-kata yang mudah dipahami dan sesuaikan dengan usia anak.
Tunjukkan empati dengan bahasa tubuh yang bersahabat, seperti menatap mata dan mengangguk saat anak berbicara.